Jokowi, Berani Revolusi Industri Telekomunikasi?
Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya Jusuf Kalla diminta agar berani melakukan revolusi tata kelola industri telekomunikasi di Indonesia agar tercipta ekosistem digital yang sehat dan memberikan kesejahteraan masyarakat.
"Pertama, kami dari IndoTelko Forum mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla. Kami sebagai komunitas yang peduli dengan kemajuan industri telekomunikasi meminta Bapak Jokowi untuk memberikan perhatian lebih ke sektor telekomunikasi," tulis founder IndoTelko Forum Doni Darwin dalam rilis yang diterima detikINET, Jumat (25/7/2014).
Pasalnya, sektor telekomunikasi terbukti memberikan dampak positif baik langsung atau tidak langsung bagi pertumbuhan ekonomi negara. Perlu diketahui, investasi di sektor telekomunikasi berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Pada 2012 dengan perekonomian Indonesia tumbuh 6,23%, telekomunikasi memberikan kontribusi sebesar 10%.
Tak hanya itu, berkat diplomasi digital yang dilakukan Jokowi, pasangan ini berhasil meraih simpati dari kalangan pemilih pemula. Data yang dilansir Twitter dimana ada hampir 95 juta tweet yang bersiliweran tentang Pilpres dari awal tahun ini sampai hari pemilu sudah cukup menjadi salah satu bukti.
Apalagi, sekitar 30% dari total pemilih, atau lebih dari 52 juta orang, merupakan pemilih pemula pada kelompok usia 18-23 tahun. Profil dari pemilih ini sangat akrab dengan social media.
"Saya rasa Jokowi memiliki utang budi dengan para netizen. Salah satu cara membalas budi itu adalah dengan mengubah tata kelola industri telekomunikasi dimulai dengan mengubah konsep regulator di sektor ini agar benar-benar terwujud broadband economy," usulnya.
Mengutip hasil survei dari Ooredoo belum lama ini dinyatakan pekerjaan rumah terbesar yang harus dibereskan untuk ekonomi berbasis broadband adalah masalah infrastruktur dasar untuk menggelar koneksi internet super cepat yang harus segera dibangun dan meningkatkan adopsi teknologi untuk kesejahteraan masyarakat
Disarankan, dalam mengelola industri telekomunikasi meniru sektor keuangan dimana ada lembaga semacam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
"Kalau sekarang Kemenkominfo itu ada dua tugas bercampur, membina sektor telekomunikasi dan Pos, serta menjadi Public Relations dari pemerintah. Selama 10 tahun ini kita sudah lihat, hasilnya dari sisi kecepatan internet dan pembangunan infrastruktur broadband Indonesia ketinggalan jauh. Harus ada revolusi mental dalam mengembangkan telekomunikasi dengan memecah fungsi Kemenkominfo," usulnya.
Konkritnya, satu lembaga bisa berbentuk Kementrian atau setingkatnya menjalankan fungsi sebagai Public Relations dari pemerintah, selain itu ada lembaga sejenis lainnya yang fokus dalam tata kelola telekomunikasi.
Untuk lembaga yang mengelola tata kelola telekomunikasi bisa terdiri atas komponen Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen Pos dan Penyelenggara Informatika, BP3TI, serta Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (IDSIRTII).
"Untuk pos baiknya diambilalih saja oleh Kementrian Perhubungan. Jadi lembaga ini nantinya benar-benar fokus urusan telekomunikasi dan ekosistemnya. Ini akan ideal sekali menghadapi era konvergensi yang sebenarnya sudah terjadi dan akan massif dimasa depan. Nanti tinggal diatur hak, wewenang, kewajiban, serta tata hubungan antara dua lembaga hasil pecahan Kemenkominfo itu agar jelas domainnya,"katanya.
Menurutnya, jika ada lembaga yang benar-benar bisa fokus mengurus telekomunikasi dan ekosistemnya maka rencana pengembangan infrastruktur pita lebar (broadband) untuk lima tahun mendatang (2014-2019) bisa terjaga keberlangsungannya.
"Pemerintah sekarang sudah membuat rencana yang bagus untuk pengembangan broadband, jangan ganti rezim, semua berubah. Kita harus teruskan yang baiknya dengan perbaikan sana-sini. Salah satu perbaikannya membentuk lembaga tata kelola telekomunikasi ini," katanya
Ditambahkannya, jika konsep tersebut dijalankan, maka kriteria pejabat yang menduduki lembaga tersebut haruslah yang paham regulasi, dinamika bisnis, dan kemajuan teknologi.
Masih menurutnya, jika masih menggunakan konsep Kemenkominnfo seperti sekarang, dari nama-nama yang beredar di akun resmi milik Jokowi-JK di Facebook dengan nama Jokowi Center, rasanya tak ideal. Soalnya ada yang kental latar belakang di media massa, ada yang kuat sebagai politisi, dan ada yang fasih masalah teknis.
"Jika konsep pemecahan fungsi Kemenkominfo dijalankan, maka dua nama yang beredar bisa jadi cocok untuk menjalankan fungsi PR pemerintah. Tetapi, untuk yang mengurus sektor telekomunikasi idealnya ditambahkan nama lain sebagai calon alternatif bagi masyarakat," sarannya.
Diusulkannya, nama-nama seperti Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Setyanto P Santosa, Guru Besar ITB Suhono Harso Supangkat, Staf khusus Menpora, Richardus Eko Indrajit, Deputi Deputi Bidang Harmonisasi dan Kemitraaan Kemenpora, Gatot Dewa Broto, Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DetikNas) Ilham Habibie, Direktur Utama Telkom Arief Yahya atau Direktur Utama XL Hasnul Suhaimi layak masuk sebagai pertimbangan di lembaga yang akan fokus mengelola sektor telekomunikasi tersebut.
"Nama-nama ini rasanya cocok dengan tantangan masa depan dan sudah familiar di kalangan telekomunikasi. Sudah saatnya sektor ini dikelola oleh sosok yang benar-benar jiwa dan raganya untuk kemajuan telekomunikasi nasional," pungkasnya.
sumber : detik.com